Oleh : Haidar Alwi*)
*) President Haidar Alwi Institute(HAI)
Pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir terkait kisruh tagihan listrik yang mencekik pelanggan, membuat Direktur Eksekutif Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi tertawa geli. Menurutnya, Erick Thohir sama sekali tidak memahami masalah yang sedang terjadi di lapangan.
*“Sebelum ngomong ke publik di depan kamera wartawan, mbok ya dicari tahu dulu masalahnya, dipahami yang benar*. *Jangan asal nyerocos aja*. *Jadinya begini, udah membela diri, merasa benar dan menyalahkan rakyat, eh ternyata dia yang nggak paham persoalannya gimana*. *Memang susah kalau Menteri berjiwa swasta, bukan jiwa melayani rakyat*. *Orientasinya keuntungan terus, nasib rakyat belakangan,”* ujar R. Haidar Alwi sembari tertawa geli, Sabtu (13/6/2020).
*“Siapa bilang pemakaian listrik bulan sebelumnya tidak ditagih. Mungkin cuma di rumah Pak Menteri doang kali*. *Rakyat tetap bayar kok tiap bulan*. *Relawan-relawan di ARJ (Aliansi Relawan Jokowi) termasuk saya sendiri juga bayar*. *Ini yang gagal paham Erick Thohir-nya atau PLN yang salah kasih informasi ke Menteri BUMN? Karena manajemen komunikasi PLN itu memang buruk sekali, contohnya dalam kasus ini*. *Dibiarkan gaduh atau kisruh dulu, baru dikasih penjelasan, bukannya disosialisasikan dari awal biar nggak heboh di akhir,”* tutur R. Haidar Alwi.
Dalam keterangan persnya di Kantor Kementerian BUMN pada Jumat (12/6/2020), Erick Thohir mengatakan bahwa membengkaknya tagihan listrik pelanggan PLN pada bulan Juni 2020 disebabkan akumulasi tagihan bulan sebelumnya yang tidak ditagih oleh PLN kepada pelanggan.
*“Isu yang sekarang lagi hot kok tiba-tiba tagihan naik? Kan bukan naik*. *Yang tadinya bulanan, karena kemarin ada Covid, tidak tertagihkan, baru ditagihkan pada bulan yang bisa ditagihkan*. *Jadi kayaknya wah! Padahal itu tagihan berapa bulan dijadikan satu*. *Nah, memang kan kita biasa*. *Kalau nggak ditagih lupa, pas ditagih marah. Padahal kita nggak melihat breakdown-nya,”* kata Erick Thohir.
Sebagai informasi, saat ini total pelanggan PLN mencapai 70,4 juta, yang mana jumlah pelanggan pascabayar adalah sebanyak 34,5 juta. Dari 34,5 juta pelanggan itu, terdapat 4,3 juta pelanggan PLN yang mengalami kenaikan tagihan. Pelanggan yang mengalami kenaikan 20% – 50% jumlahnya mencapai 2,4 juta pelanggan.
Sedangkan pelanggan yang tagihannya mengalami kenaikan di atas 200% dialami 6% dari total pelanggan yang mengalami kenaikan tagihan. Sampai hari ini, PLN setidaknya telah menerima 65.786 pengaduan sehubungan dengan masalah tersebut.
Bob Saril selaku Direktur Niaga & Manajemen Pelanggan PLN menjelaskan bahwa sejak Maret 2020, PLN tidak mendatangi rumah pelanggan untuk melakukan pencatatan meter. Karenanya, tagihan listrik bulan April dan Mei dihitung berdasarkan rata-rata pemakaian 3 bulan terakhir.
Dengan demikian, peningkatan jumlah pemakaian listrik masyarakat selama PSBB yakni Maret & April tidak tercatat dengan pasti oleh PLN. Sehingga kekurangan pembayaran pada tagihan April & Mei dibebankan di bulan Juni. Hal inilah yang membuat tagihan listrik pelanggan PLN pada bulan ini mengalami pembengkakan.
*“(Perhitungan tagihan berdasarkan) penggunaan rata-rata tiga bulan, tidak lain adalah untuk mencegah penyebaran Covid-19*. *Penggunaan rata-rata tiga bulan ini juga menjadi standar pencatatan di seluruh dunia ketika petugas tidak dapat melakukan pencatatan meter,”* ucap Bob Saril.(hai)